Bismillahirrahmanirrahim.


  

Meningkatkan Kemampuan  Guru Membangun   Keterampilan  

Bertanya Siswa  

Mohamad Djuanda, M.Ed.

Widyaiswara Madya BDK Jakarta

 

            Abstrak

Bertanya merupakan kunci dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta terciptanya berbagai inovasi.  Walaupun semua orang mengetahui hal ini, namun dalam kenyataan sehari-hari di madrasah bertanya belum menjadi kebiasaan siswa . Proses pembelajaran masih didominasi dengan ceramah dan pertanyaan yang berasal  dari guru, sedangkan  siswa hanya menjadi pendengar yang pasif. Proses pembelajaran seperti ini tidak memungkinkan berkembangnya daya kritis siswa. Untuk mengatasi hal ini, Guru perlu melakukan upaya-upaya peningkatan kebiasaan dan keterampilan bertanya dengan cara memperkenalkan konsep tingkat berpikir (taksonomi Bloom), melatih siswa mengajukan  pertanyaan, menciptakan lingkungan bertanya jawab, dan melakukan proses pembelajaran yang  mengaktifkan kebiasaan dan keterampilan bertanya siswa. Dengan upaya ini, diharapkan sikap kritis siswa meningkat sehingga perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta inovasi akan lebih cepat.  

Kata kunci : bertanya, kebiasaan,  keterampilan  bertanya, siswa, berpikir kritis


 

            Pendahuluan

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kita nikmati sekarang lahir dari keingintahuan yang diformulasikan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan.  Tahapan pertama dari terciptanya sebuah inovasi adalah melalui pertanyaan.  Di balik langit sana ada apa? Kemudian terciptalah teleskop, ternyata terlihat bulan, galaksi, bintang dan planet-planet. Bagaimana caranya pergi kesana? Maka orang menciptakan Apollo, pesawat ulang-alik, dan sebagainya. Banyak sekali inovasi-inovasi yang lahir di sekeliling kita, akibat dari sebuah pertanyaan. “Bertanya mengapa begini? Mengapa begitu?” membuat kita mampu mengenali akar permasalahan.  Kita akan memahami sebuah permasalahan secara lebih mendalam dan menemukan solusi dari sudut pandang yang berbeda-beda dengan mengajukan pertanyaan. Semakin berkualitas suatu pertanyaan, semakin bermutu inovasi yang akan dihasilkan. Inilah kedasyatan bertanya.

 

Rasa ingin tahu yang diformulasikan dalam bentuk  keterampilan bertanya, sudah dimiliki setiap orang semenjak mereka masih balita.  Hal ini ditunjukkan oleh kebiasaan anak untuk senantiasa mempertanyakan berbagai hal yang ditemukan disekitar mereka kepada orang tuanya.  Sayangnya, sebagian besar orang tua kurang memahami manfaat bertanya, sehingga mereka bukan memberikan jawaban atas apa yang ditanyakan dan terus meminta anak bertanya, tetapi justru mereka tidak jarang mengabaikan pertanyaan  dengan cara  mendiamkan atau menjawab tidak tahu, bahkan menunjukkan rasa tidak senang  atau “memarahi”nya. Akibatnya lambat laun rasa keingintahuan  dan keterampilan bertanya anak hilang secara perlahan-lahan.

 

Setelah anak memasuki sekolah atau madrasah, keterampilan bertanyanya masih belum mendapatkan porsi yang  memadai bahkan cenderung terus diabaikan. Sebagian besar pertanyaan diajukan oleh guru. Jarang sekali ada siswa yang mau mengajukan pertanyaan. Kalaulah ada, sering kali mereka yang mengajukan pertanyaan mendapat ejekan dari teman-temannya. Mereka dianggap  sok jago, bodoh, dan membuang-buang waktu saja. Bukannya mendapat dukungan,  siswa yang aktif bertanya malah mendapat stigma negatif. Disamping itu, buku-buku pelajaranpun selalu menyediakan pertanyaan setelah pemaparan konsep. Jarang ditemukan ada buku pelajaran yang meminta siswa untuk mengajukan pertanyaan diakhir uraian tentang materi pelajaran tertentu yang diuraikan di dalam buku tersebut.

 

Kondisi tersebut, tentu saja bila dibiarkan akan berdampak kurang baik terhadap sikap kritis siswa,  dan apabila ini terus berlanjut maka akan berefek negatif terhadap sumber daya manusia Indonesia secara keseluruhan. Inovasi di berbagai bidang akan berjalan lambat.  Oleh karena itu, perlu ada upaya-upaya untuk menumbuhkan kebiasaan dan keterampilan  bertanya dikalangan siswa  tingkat dasar  bahkan hingga tingkat perguruan tinggi. Paper ini akan membahas upaya-upaya menumbuhkan kebiasaan bertanya di kalangan siswa madrasah. Pertama akan dibahas tentang pentingnya siswa bertanya dalam proses pembelajaran, taksonomi Bloom berkenaan dengan tingkat kemampuan berpikir, dan bentuk-bentuk pertanyaan. Disamping itu, akan dibahas pula  strategi menumbuhkan pembiasaan bertanya   dan aktivitas yang mendorong terbentuknya pembiasaan bertanya siswa.  Bagian akhir adalah kesimpulan.

 

            Pentingnya Siswa  Bertanya Dalam Proses Pembelajaran

Seberapa penting siswa membuat atau mengajukan pertanyaan pada saat proses pembelajaran berlangsung atau pada saat melakukan aktivitas lainnya?  Apakah semua jenis pertanyaan yang siswa ajukan dapat membantunya belajar?  Apakah hanya jenis pertanyaan tertentu yang dapat membantu siswa belajar? Untuk menjawab pertanyaan tersebut,  Bugg and Mc Daniel dalam Rasmussen L. (2013) melakukan sebuah eksperimen. Mereka meminta tiga kelompok siswa membaca beberapa paragrap. Dua kelompok diperintahkan membuat dan menjawab pertanyaan yang mereka buat sendiri ketika mereka membaca paragraf-paragraf tersebut. Namun, masing-masing kelompok diminta untuk membuat jenis-jenis pertanyaan yang berbeda. Satu kelompok diminta untuk membuat detail questions. Kelompok yang satunya lagi diminta membuat conceptual questions.

 

 Detail questions adalah jenis pertanyaan yang dapat dijawab dengan merujuk kepada uraian atau fakta yang dapat diketemukan dalam sebuah kalimat pada sebuah bacaan. Contoh pertanyaan detail questions adalah,  seberapa luas permukaan  es yang menutup benua antartika? Jawabannya “enam juta m2”. Jawaban tersebut terdapat di dalam satu kalimat. Sedangkan conceptual questions adalah jenis pertanyaan yang hanya dapat dijawab dengan menggabungkan informasi paling sedikit dari dua kalimat yang berbeda. Berikan dua buah alasan mengapa manusia tidak dapat bertempat tinggal di benua antartika?  Untuk menjawab pertanyaan ini,  siswa harus menggabungkan sekurang-kurangnya dua informasi. Kedua kelompok diberikan contoh jenis-jenis pertanyaannya dan kesempatan untuk berlatih membuat kedua jenis pertanyaan tersebut. Kelompok siswa terakhir  hanya diminta membaca paragraf dua kali. 

 

Setelah mempelajari semua paragraf, siswa diminta untuk menilai seberapa baik mereka dapat mengingat informasi. Kemudian mereka diberikan tes yang sama. Tes tersebut memuat kedua jenis pertanyaan, detail questions dan conceptual question. Bugg and Mc Daniel mendapatkan hasil bahwa siswa yang membuat conceptual  question  mengingat  jauh lebih baik (banyak)  informasi  dibandingkan dengan kelompok  lain untuk  soal-soal konseptual.  Hasil evaluasi mengenai seberapa baik  mereka telah mempelajari informasi dari paragraf juga jauh lebih akurat. Siswa  pada dua kelompok lainnya  boleh jadi memperkirakan  bahwa  mereka mengingat informasi jauh lebih banyak. Yang menarik adalah ketiga kelompok siswa  mengingat  informasi yang sama banyak untuk  detail questions.  

 

Dari hasil penelitian yang dipaparkan di atas, dapat dimaknai bahwa hanya siswa yang memiliki pertanyaan,  yang sungguh-sungguh berpikir dan belajar. Sedangkan siswa yang tidak memiliki pertanyaan atau  pertanyaan yang dangkal  tidak  berpikir sungguh-sungguh dan tidak  mengikuti pembelajaran dengan sebenarnya. Untuk memahami sesuatu, siswa harus mengajukan pertanyaan yang merangsang pemikirannya. Pertanyaan berhasil membatu belajar siswa dengan lebih baik karena ia membuat mereka menjadi pembelajar yang aktif bukan sekedar pembelajar pasif yang hanya menerima informasi. Bila siswa berinteraksi dengan informasi dengan cara mengelaborasinya,  memikirkan mengenai konteksnya, atau menghubungkan satu informasi dengan informasi lainnya, kemungkinan ia mengingat informasi tersebut akan meningkat.

 

Manfaat lain dari bertanya adalah ia dapat membangkitkan kreativitas, membangkitkan keterampilan berpikir kritis, membantu memajukan bidang keahlian, meningkatkan pengetahuan dan membantu ingatan, membantu menemukan gagasan dan informasi baru, membuat keputusan yang lebih baik dan mengenali hal-hal yang belum diketahui, Marco Belluci (2009).  Disamping itu, bertanya juga akan membuka pintu  kreativitas dan gagasan baru, membantu memperoleh kejelasan, mempercepat perubahan dan inovasi, memberdayakan, mengubah  asumsi menjadi  kenyataan, membuat kesan baik, merubah situasi negatif menjadi positif, menunjukan pertimbangan dan minat, mendorong perbaikan secara terus-menerus, Griffiths (2011).

 

            Proses Pembelajaran Tidak Bermakna

Bila mengamati proses pembelajaran yang berlangsung di madrasah, siswa pada umumnya mendengarkan banyak sekali informasi yang disampaikan guru dalam kalimat deklaratif (kalimat berita atau pernyataan yang harus diingat oleh siswa). Memberikan materi pelajaran yang sangat banyak untuk dihapal atau diingat sama halnya dengan menginjak secara berulang-ulang  rem pada mobil yang sayangnya  mobil tersebut sudah berhenti,  artinya pembelajaran tersebut tidak memberikan makna apa-apa.  Sebaliknya, siswa memerlukan pertanyaan untuk menghidupkan mesin intelektualnya dan mereka perlu membuat pertanyaan agar pikiran mereka dapat pergi ke sesuatu tempat. Otak  dikatakan berpikir  apabila ia pergi ke suatu tempat, dan sekali lagi, pertanyaan yang siswa ajukan menentukan kemana pikiran mereka pergi http://www.criticalthinking.org.

 

Bertanya berarti mendefinisikan tugas-tugas, mengungkapkan permasalahan-permasalahan, dan menguraikan persoalan-persoalan. Tidak ada pertanyaan berarti tidak ada pemahaman. Pertanyaan dangkal berarti pemahaman dangkal. Sebagian besar siswa umumnya tidak memiliki pertanyaan.  Mereka tidak saja duduk dengan senyap, tetapi pikiran mereka juga senyap. Kalaupun ada pertanyaan yang mereka ajukan, pertanyaan mereka cenderung dangkal dan tidak bermakna  apa-apa.  Ini menunjukkan bahwa sebagian besar siswa tidak mencermati sungguh-sungguh isi pelajaran yang semestinya mereka pelajari. Ini menunjukkan bahwa sebagian besar waktu mereka tidak digunakan untuk mempelajari materi pelajaran yang semestinya mereka pelajari http://www.criticalthinking.org. Bila kita ingin agar siswa belajar,  maka kita harus merangsangnya dengan pertanyaan yang mendorong  siswa mengajukan pertanyaan lebih lanjut.  

Proses pembelajaran di madrasah tentu saja diupayakan agar siswa mampu mengembangkan potensi berpikirnya secara optimal melalui berbagai kegiatan yang membangkitkan hasrat siswa untuk  berpikir dengan cara membuat pertanyaan. Mendorong siswa untuk aktif  berpikir tidak terbatas hanya menggunakan keterampilan berpikir  tingkat rendah (low order thinking) tetapi juga menggunakan keterampilan berpikir tingkat tinggi (high order thingking). Oleh karena itu, proses kegiatan pembelajaran yang selama ini cenderung lebih membuat siswa hanya sebagai penerima atau pendengar  informasi yang pasif harus dirubah kearah dimana siswa aktif  terlibat dengan berbagai kegiatan yang menuntut siswa bertanya dan menemukan jawabannya dari setiap pertanyaan yang diajukannya. 

 

            Tingkatan Keterampilan Berpikir Menurut Taksonomi Bloom

 Bertanya berkaitan erat dengan tingkat keterampilan  berpikir. Salah seorang tokoh yang telah mengklasifikasikan tingkat-tingkat keterampilan berpikir adalah Benyamin Bloom pada tahun 1950.  Menurut Bloom, terdapat enam  tingkat kemampuan berpikir yaitu tingkat pengetahuan (knowledge level) , pemahaman (comprehension level), penerapan (application level), analisis (analysis level), sintesis (synthesis level), evaluasi (evaluation level). Keenan tingkatan berpikir ini dinamakan Taksonomi Bloom.  Taksonomi ini menyediakan struktur untuk mengembangkan pertanyaan yang mendorong siswa untuk berpikir pada tingkatan-tingkatan yang berbeda  http://ftcsc.ag.iastate.edu/media/askques1.pdf. Secara singkat masing-masing tingkatan berpikir dapat diuraikan sebagai berikut:

a.       Tingkat pengetahuan (knowledge level) adalah tingkat  berpikir yang paling dasar. Siswa hanya perlu mengingat atau mengenali informasi yang telah dipelajari sebelumnya. Pertanyaan pada tingkatan ini semata-mata hanya menanyakan ingatan atau pengenalan tentang informasi yang telah disampaikan sebelumnya. Kata tanya yang digunakan untuk mengajukan pertanyaan pada tingkat pengetahuan, antara lain: apa…, siapa…, kapan…, dimana…, sebutkanlah…, berilah nama …, dan lain sebagainya.

b.       Tingkat pemahaman (comprehension level). Tingkatan ini menghendaki siswa mampu menunjukkan pemahaman tentang sebuah istilah, konsep, teori, atau informasi lainnya dengan cara mengubahnya ke dalam bentuk yang lain. Misalnya dengan cara memfaraprase, memberikan contoh, atau membuat analogi atau metapora sebagai cara utuk menunjukkan pemahamannya.  Kata tanya yang digunakan untuk mengajukan pertanyaan pada tingkat pemahaman, antara lain: terangkanlah…, bedakanlah…, simpulkan…, bandingkan …, ubahlah …, berikan interpretasi …, dan lain sebagainya.

c.     Tingkat aplikasi (application level). Pengetahuan tingkat aplikasi ini menghendaki siswa mengaplikasikan / menerapkan informasi yang telah dipelajari sebelumnya kepada kontek yang berbeda atau baru. Kata tanya yang digunakan untuk mengajukan pertanyaan pada tingkat aplikasi, antara lain: gunakanlah…, buatlah…, demonstrasikanlah…, carilah hubungan …, tulislah contoh …, siapkanlah …, dan lain sebagainya.

d.     Tingkat analisis (analysis level). Pengetahuan tingkat analisis  mengkhususkan  pada hubungan antara variabel yang satu dengan variabel lainnya dan hubungan keseluruhan variabel. Pengetahuan tingkat analisis menghendaki siswa  mencari sebab dan akibat dari  hubungan tersebut. Kata tanya yang digunakan untuk mengajukan pertanyaan pada tingkat analisis, antara lain: mengapa …, analisislah…, kemukakan bukti-bukti…, tunjukkan sebabnya…, berilah alasan…,  dan lain sebagainya.

e.     Tingkat sintesa (synthesis level), Pengetahuan sintesis menghendaki siswa menyatukan informasi yang telah diketahui sehingga menghasilkan sesuatu yang baru yang  belum diketahui sebelumnya. Mensintesa berarti mencipta.  Kata tanya yang digunakan untuk mengajukan pertanyaan pada tingkat sintesa, antara lain: ramalkanlah …, bentuklah…, ciptakanlah…, susunlah…, rancanglah…, sulislah…, bagaimana kita dapat memecahkan…, apa yang terjadi seandainya…, bagaimana kita dapat memperbaiki…, kembangkan…, dan lain sebagainya.

f.      Tingkat evaluasi  (evaluation or assessment  level). Pengetahuan tingkat evaluasi merupakan tingkat yang paling komplek (rumit/lanjut) dalam taksonomi Bloom. Pengetahuan tingkat evaluasi atau penilaian menghendaki siswa memiliki kemampuan memberikan penilaian atau menentukan kualitas sesuatu bila ia dibandingakan dengan standar atau kreteria, baik secara nyata atau tidak nyata.  Kata tanya yang digunakan untuk mengajukan pertanyaan pada tingkat evaluasi, antara lain: berikan pendapat …, alternatif mana yang lebih baik…, setujukah anda…, kritiklah…, berilah alasan…, nilailah…, bandingkan/bedakan…, dan lain sebagainya.

 

Selama ini, konsep tingkat  keterampilan  berpikir berdasarkan taksonomi Bloom ini hanya diketahui dan diaplikasikan oleh guru dan itupun sebagian besar hanya sampai kemampuan berpikir tingkat bawah. Hal ini berkaitan dengan tingkatan-tingkatan pengetahuan yang disajikan oleh guru ketika mereka memberikan materi pelajaran  secara gradasi dengan istilah C1 untuk level pengetahuan, C2 untuk level pemahaman, dan C3 untuk level aplikasi  di kelas dan siswa menerima efek dari pertanyaan yang diajukan oleh guru ketika mereka mengikuti ujian.  Ada baiknya siswa juga mengetahui konsep taksonomi Bloom sejak awal sehingga mereka dapat mengenal dan mengaplikasikan konsep ini dalam proses kegiatan belajar.  Untuk dapat mengaplikasikan konsep taksonomi Bloom dalam kegiatan belajar sehari-hari, siswa perlu diperkenalkan dengan bentuk-bentuk pertanyaan.

 

            Bentuk Pertanyaan, Close-ended dan Open-ended Question

 

Ada beberapa bentuk pertanyaan yang perlu diketahui oleh siswa. Dua diantarnya adalah yang paling umum, yaitu close-ended  dan Open-ended Question http://www.cea-ace.ca.  Close-ended Question (kadang-kadang disebut juga convergent question) adalah suatu cara untuk mendapatkan jawawan yang spesifik. Pertanyaan ini biasanya hanya dapat dijawab dengan satu atau dua kata. Close-ended Question  efektif  sekedar untuk menanyakan ingatan siswa  dan menentukan apakah siswa memahami sebuah konsep atau bisa juga digunakan untuk tujuan mereview pelajaran. Bentuk pertanyaan ini umum digunakan dalam komunikasi sehari-hari diberbagai situasi dan biasanya kita menggunakannya ketika kita memerlukan informasi yang khusus dengan cepat. Misalnya: Jam berapa makan malam? Berapa harga sepatu itu? Apakah anda sudah selesai dengan pekerjaan? Siapa yang menjadi pemenang pertandingan sepak bola semalam?

 

Close-ended question  sesuai bila  digunakan untuk kegiatan kuis-kuis yang disukai orang banyak, mengecek pemahaman, atau untuk menentukan apakah siswa telah menyelesaikan pekerjaannya. Akan tetapi, untuk tujuan lain keefektipannya terbatas. Misalnya, bila kita ingin agar siswa  mengungkapkan perasaannya atau gagasannya  dengan bebas, bentuk pertanyaan ini tidak efektif. Closed- question tidak  mendorong siswa untuk reflective dialog atau berpikir kreatif  http://www.cea-ace.ca

 

Bila kita merujuk kepada taksonomi Bloom, maka close-ended question  berada di kemampuan berpikir tingka rendah (low order reasoning). Bentuk pertanyaan ini banyak digunakan untuk menanyakan tingkat  pengetahuan dan pemahaman (knowledge dan comprehension level). Sedangkan untuk kemampuan berpikir tingkat tinggi (high order reasoning) seperti: aplikasi, analisa, sintesa, dan eveluasi, dirangsang melalui penggunaan open-ended question.

 

Open-ended question atau kadang-kadang disebut (divergent question) adalah suatu cara untuk membangkitkan diskusi, brainstorm untuk mencari solusi terhadap suatu masalah atau menciptakan kesempatan-kesempatan untuk berpikir diluar kebiasaan (thinking outside the box). Open-ended question yang merupakan kemampuan berpikir tingkat tinggi, melibatkan siswa dalam berpikir dan belajar yang dinamis, dimana mereka harus mensintesa informasi, menganalisa gagasan, dan menarik kesimpulan sendiri http://www.cea-ace.ca. Beberapa contoh open-ended question antara lain: Mengapa perang Diponegoro terjadi? Bagaimana anda dapat memecahkan persoalah yang dihadapi keluarga anda? Menurut anda apa yang akan terjadi  kekeringan belangsung berkepanjangan? Open-ended question dapat pula diubah menjadi kalimat perintah. Misalnya: Jelaskan bagaimana ….  Bedakanlah  .… Bahaslah….

 

Pertanyaan-pertanyaan tersebut diatas mengundang siswa untuk menguraikan apa yang ada di dalam pikirannya tanpa  batasan arah pembahasan. Hal ini karena jawaban yang diungkapkan (respectful)  akan lebih panjang dari pada satu kata atau ungkapan.  Sebaliknya ia memerlukan paling sedikit  beberapa kalimat atau paragraf.  Jawaban atas pertanyaan tersebut dapat mengejutkan guru yang paling berpengalaman sekalipun. Open-ended question menghendaki siswa  melakukan refleksi dan pembahasan  yang sebenarnya.

 

Open-ended question atau pernyataan sangat umum digunakan bila kita ingin melakukan brainstorm gagasan, melakukan kegiatan pemecahan masalah, mencari berbagai informasi, mendorong berpikir diluar kebiasaan (outside the box), menyelesaikan konflik, menegosiasikan kesepakatan, membangkitkan berpikir tingkat tingga seperti penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi.

 

Formulasi bentuk open-ended question  tampak lebih sulit dibandingkan closed-ended question. Hal ini dapat dipahami karena closed-ended question lebih sering digunakan dalam komunikasi sehari-hari sedangkan open-ended question   jarang digunakan kecuali saat siswa mengikuti ujian . Oleh karena itu, perlu adanya pembiasaan dan pelatihan tentang adanya perbedaan bentuk dan gaya bertanya kepada siswa. Bila siswa telah terbiasa dengan perbedaan  closed-ended question dan open-ended question, mereka dapat diminta untuk membuat kedua bentuk pertanyaan dalam berbagai kegiatan proses pembelajaran. Misalnya, ketika mereka sedang melakukan kegiatan pada mata pelajaran tertentu, misalnya  pembedahan katak, mereka diminta untuk membuat closed-ended question dan open-ended question masing-masing 3 buah sebelum mereka melaksanakan kegiatan tersebut.

 

Di dalam masyarakat yang lebih luas di luar dinding kelas, beberapa masalah bersifat hitam putih. Itulah sebabnya, agar  menjadi anggota masyarakat yang dapat berkontribusi sepenuhnya, seorang anggota masyarakat dewasa perlu menjadi seorang pemikir yang kritis, menemukan suara hatinya sendiri, dan dikenal karena memiliki pendapat terhadap masalah tersebut. Pemikiran yang inovatif begitu dihargai di dalam masyarakat yang cepat berubah dan teknik bertanya yang ada di dalam kelas kita dapat membantu mempersiapkan remaja untuk menghadapi apa yang terbentang di depan.

 Strategi Menumbuhkan Pembiasaan  Bertanya Siwa

 

Untuk menumbuhkan kebiasaan bertanya siswa tentu tidak mudah. Harus ada kesadaran dari berbagai pihak terutama guru yang bersentuhan langsung dengan aktivitas belajar siswa di madrasah untuk menginisiasinya. Seorang guru tidak bisa hanya meminta siswa bertanya sambil berdiri di depan kelas, “Apakah ada pertanyaan?” ada begitu besar tekanan yang memaksa siswa untuk tidak  mengajukan pertanyaan, tekanan yang tidak bisa diatasi hanya dengan satu tindakan saja. Satu-satunya cara adalah dengan menciptakan “lingkungan tanya-jawab” (“questioning-asking environment”) dalam kelas (Brain, 1998). Guru disarankan mendorong siswa mengajukan pertanyaan dengan menggunakan berbagai teknik.

 

Brain  lebih lanjut  menyatakan bahwa teknik yang paling penting yang guru dapat pergunakan untuk mendorong siswa mengajukan pertanyaan adalah dengan selalu bersedia menjawab pertanyaan siswa dengan ramah. Bahkan setelah guru menjawab tiga kali pertanyaan yang sama, jawawaban ke empat sebaiknya juga datar dan tetap ramah.

 

Pakar lain telah  mengidentifikasi beberapa gagasan yang dapat mendorong siswa untuk menjadi pembelajar yang aktif bertanya (Burger  2014).

1.      Menciptakan suasana aman. Mengajukan pertanyaan bisa menjadi suatu langkah menuju suasana yang menakutkan. Juga merupakan suatu pengakuan kepada dunia (terutama kepada teman-teman sekelas) bahwa  siswa yang mengajukan pertanyaan berarti ia tidak mengetahui jawaban. Karenanya guru bagaimanapun juga harus   “mengubah stigma” tersebut dengan menciptakan lingkungan dimana mengajukan pertanyaan merupakan sesuatu  kekuatan, diterima dan diharapkan.

2.     Bertanya menjadikan siswa “keren”.  Siswa  yang mengajukan pertanyaan diharapkan mejadi orang-orang yang keren di dalam planet ini. Mereka diharapkan menjadi pelopor berbagai inovasi dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Mereka diharapkan menjadi penjelajah, berpikiran maju, dan  pembaharu  yang membuat dunia ini menjadi tempat lebih menarik. Hal ini telah dibuktikan oleh orang-orang terdahulu yang telah melakukan berbagai inovasi dan penemuan adalah mereka yang aktif mengajukan pertanyaan.

3.     Menjadikan aktivitas bertanya sesuatu yang menyenangkan. Aktivitas bertanya tidak melulu berkaitan dengan hal-hal yang serius. Aktivitas bertanya dapat diubah menjadi sesuatu yang menyenangkan.  Misalnya siswa diminta merubah kalimat pernyataan menjadi kalimat tanya, merubah  closed-ended question menjadi open-ended question, menunjukkan kepada siswa bagaimana menggunakan urutan kata tanya,  “mengapa, bagaimana jika, bagaimana” (Why/What if/How), sebagai cara yang menyenangkan untuk mengatasi berbagai masalah apapun.

4.     Bertanya menjadikan siswa beruntung. Kepada siswa yang mengajukan pertanyaan, kita harus memberikan pujian  dan bergembira atas setiap pertanyaan yang diajukannya,-- tidak saja pertanyaan yang sesuai harapan, pertanyaan-pertanyaan jitu, tetapi juga pertanyaan yang lebih meluas/melebar, bahkan terkadang pertanyaan-pertanyaan nyeleneh. Bila siswa menghabiskan waktu untuk mencari jawaban atas pertanyaannya—tidak saja ditujukan kepada google, tetapi menggelutinya, berbagi dengan pihak lain, pada akhirnya pertanyaan tersebut dapat menghantarkannya pada suatu keberuntungan atau penghargaan.

5.     Menjadikan bertanya melekat pada siswa.  Tujuan jangka panjang dari pembiasaan bertanya adalah menciptakan siswa menjadi penanya sepanjang hayat, maka jadikanlah bertanya sebagai sebuah kebiasaan--  bertanya merupakan bagian dari cara siswa berpikir. Oleh karena itu, memotivasi siswa berlatih secara mandiri untuk mengajukan pertanyaan kepada siapapun dan tentang apapun , dimanapun dan kapanpun juga (Burger,  2014).  

 

            Aktivitas Yang Mendorong Terbentuknya Pembiasaan Bertanya Siswa.

 

Guru dapat menerapkan berbagai aktivitas yang dapat meningkatkan kemampuan dan keterampilan bertanya siswa serta menjadikannya  sebuah kebiasaan baru di madrasah dengan mengaplikasikan berbagai kegiatan. Berikut beberapa contoh kegiatan bertanya siswa yang dapat diaplikasikan guru di dalam kelas.

1.     The Question Game. Untuk melakukan kegiatan ini, diperlukan dua orang siswa.  Keduanya diharuskan menentukan topik permainan. Permainan ini dimulai dengan salah seorang siswa mengajukan pertanyaan open-ended question, kemudian siswa yang lain menjawabnya sesuai dengan pertanyaan, open ended question. Kegiatan ini terus berlangsung secara bergantian, yang semula siswa mengajukan pertanyaan, sekarang ia berganti menjadi siswa yang menjawab pertanyaan tanpa membuat sebuah pernyataan atau mengulangi pertanyaan yang sama. Misalnya topik yang dipilih adalah benda-benda yang ada di dalam ruangan, misalnya bola lampu listrik.

            A: Mengapa cahaya lampu penting?

            B: Dari mana asal cahaya?

            A: Bagaimana cahaya membantu manusia?

            B: Dimana cahaya digunakan?

            A: pa yang akan terjadi bila tidak ada cahaya?

Cobalah mengajukan pertanyaan dan berkeliling ruangan, setiap orang mengajukan pertanyaan berdasarkan pertanyaan yang telah diajukan sebelumnya http://www.youthlearn.org.

2.     Sending Greeting and Question. Untuk memulai kegiatan ini, buatlah beberapa kelompok siswa yang terdiri dari 4 hingga 6 siswa.  Guru memberikan materi pelajaran dalam bentuk bacaan kepada masing-masing kelompok. Guru meminta masing-masing siswa membuat satu pertanyaan atau soal  dan membuat jawabannya. Setelah itu, masing-masing kelompok mendiskusikan rumusan pertanyaan atau soal dan jawaban setiap anggotanya. Setelah mereka sepakat, semua pertanyaan atau soal setiap anggota disatukan dalam sehelai kertas  dan ditukar kepada kelompok lain. Masing masing kelompok mengerjakan pertanyaan atau soal yang dikirim oleh kelompok lain dengan membagikan pertanyaan atau soal kepada anggotanya. Setelah selesai menjawab, semua anggota kelompok mendiskusikan jawaban.  Guru meminta salah satu kelompok membacakan soal dan jawabannya.  Guru meminta konfirmasi kepada kelompok yang memberikan pertanyaan atau soal.

3.      Question Focus. Siswa diminta menuliskan sebuah kata kunci. Kemudian mereka diminta untuk membuat pertanyaan sebanyak mungkin yang berkaitan dengan kata kunci tersebut. Misalnya, kata kuncinya adalah “madrasah”, maka siswa dapat mengajukan pertanyaan yang berkaitan dengan madrasah. Apa nama madrasah? Dimana alamatnya? Siapa nama kepalanya? Mengapa ada madrasah di sana? Bagaimana cara mendaftar ke madrasah? Bagaimana bila tidak ada madrasah disana? Dan lain sebagainya.  Setelah itu, mereka diminta untuk menuliskan jawaban untuk setiap pertanyaan. Setelah seluruh jawaban tersedia, siswa diminta membuat deskripsi atau narasi dengan cara menyusun jawaban  dengan logis sehingga menjadi sebuah teks deskripsi madrasah yang utuh. Bagian akhir dari kegiatan ini adalah siswa diminta mempresentasikan hasil dengan cara membacakan teks dihadapan kelas atau kelompoknya http://www.forbes.com.

Selanjutnya guru dapat mengumpulkan berbagai aktivitas atau menciptakan aktivitas-aktivitas                 yang syarat dengan rangsangan agar siswa menumbuh kembangkan keterampilan bertanya.

 

            Kesimpulan

 

Walaupun kebiasaan dan keterampilan bertanya siswa madrasah masih rendah dan belum mendapat porsi yang seharusnya ketika proses pembelajaran berlangsung, namun apabila ada upaya-upaya dari pihak guru untuk memperkenalkan konsep pentingnya bertanya, tingkat berpikir (taksonomi bloom) sejak dini, bentuk-bentuk pertanyaan, menciptakan lingkungan bertanya jawab yang ramah, dan menerapkan aktivitas yang sarat dengan tanya jawab maka dapat diyakini kebiasaan dan keterampilan bertanya akan meningkat. Keterampilan bertanya pada akhirnya akan menjadikan siswa mampu berpikir kritis, mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta melakukan berbagai inovasi. Semoga.

 

Daftar Pustaka:

Burger, W. 2014, 5 Ways to Help Your Students Become Better Questionershttp://www.edutopia.org/blog/help-students-become-better-questioners-warren-berger. (diakses tanggal 4 Februari  2015)

 

Brain, M. 1998, The importance of Questions               http://www.bygpub.com/eot/eot2.html. (diakses tanggal 4 Februari  2015)

 

Griffiths, A. 2011  Why Improve Your Questioning skill, http://www.psl-uk.com/blog/why-improve-your-questioning-skills/(diakses tanggal 4 Februari  2015)

Marco Belluci 2009 Who, What, When, Where, and Why?: The Benefits of Asking Questions https://delicium.wordpress.com/2009/09/10/asking-questions/ (diakses tanggal  4 Februari 2015)

 

Rasmussen, L. 2013, Questioning Improves Your Learning if You Ask the Right Questions,  http://www.globalcognition.org/head-smart/questioning-improves-your-learning/  (diakses tanggal, 4 Februari  2015)

Denning.S. 2011, Learning To Ask The Right Question, http://www.forbes.com/sites/stevedenning/2011/09/11/learning-to-ask-the-right-question-2/ (diakses tanggal 4 Februari 2015)

“…” Asking  Question,  http://www.youthlearn.org/learning/teaching/techniques/asking-questions/asking-questions (diakses tanggal 4 Februari 2015)

“…” Model Penilaian Pencapaian Kompetensi Peserta Didik Sekolah Menengah  pertama,  Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama, 2013

“…”The role of Questions in Teaching, Thinking and Learning, http://www.criticalthinking.org/pages/the-role-of-questions-in-teaching-thinking-and-learning/524. (diakses tanggal 4 Februari  2015)

“…” Engaging Students through Efective Question, http://www.cea-ace.ca/education-canada/article/engaging-students-through-effective-questions. (diakses   tanggal  4 Februari 2015)

“…”Communication Skills: Asking Questions to Learn, http://ftcsc.ag.iastate.edu/media/askques1.pdf (diakses tanggal 4 Februari  2015)

Komentar